A. Latar belakang
Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan
yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek
kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih,
dan serangga/binatang pengganggu. Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit
merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan
berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi
lingkungan, sosial dan teknologi
ISI
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Limbah
rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang
dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya
mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau
kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati.
Berikut penggolongan limbah rumah sakit dan
pengelolaannya :
Limbah padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan
dimusnahkan, perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan
pengelolaan, limbah medis dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
Golongan A :
- Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.
- Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
- Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.
Golongan B :
Syringe bekas,
jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.
Golongan C :
Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali
yang termasuk dalam golongan A.
Golongan D :
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan E :
Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir,
incontinence-pad, dan stomach.
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu
dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah
pendahuluan.
a. Pemisahan
Golongan A
Dressing bedah yang
kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang
pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah
dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi
sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari
sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat
sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat
bila mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah
tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :
1) Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator
Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.
Bisa juga
digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat
sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif.
(Catatan: Autoclaving adalah
pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk
limbah infeksius).
2) Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak
mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang
aman.
Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya
ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian
dimusnahkan dengan incinerator.
Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya
dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan
di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.
Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya
dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan
benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari
satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum
diangkut dan dimasukkan denganincinerator.
b. Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin
sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau
pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah
tersebut hendaknya :
1) Disimpan dalam
kontainer yang memenuhi syarat.
2) Di lokasi/tempat yang
strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi
pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara
terpisah.
3) Diletakkan pada
tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan disediakan
sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang
tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan
tikus.
5) Terjangkau oleh
kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)
Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan
pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung
bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan
intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan
awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site).
Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong.
Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan
sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :
1) Permukaan harus
licin, rata dan tidak tembus
2) Tidak akan menjadi
sarang serangga
3) Mudah dibersihkan dan
dikeringkan
4) Sampan tidak
menempel pada alat angkut
5) Sampan mudah
diisikan, diikat, dan dituang kembali
Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis
harus diangkut ke tempat lain :
1) Harus disediakan bak
terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan harus dilakukan
upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
2) Harus dapat dijamin
bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.
- Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas
atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste
Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien
kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup
luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang
biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari
bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
1) Pump Swap (pompa
air kotor).
2) Stabilization
Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3) Bak Klorinasi
4) Control room (ruang
kontrol)
5) Inlet
6) Incinerator antara
2 kolam stabilisasi
7) Outlet dari
kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation
Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah
sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat
bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan
lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah
dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur.
Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke
selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan
dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan
Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1) Pump Swap (pompa
air kotor)
2) Oxidation Ditch (pompa
air kotor)
3) Sedimentation Tank (bak
pengendapan)
4) Chlorination Tank (bak
klorinasi)
5) Sludge Drying Bed (
tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6) Control Room (ruang
kontrol)
c. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik
melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment
dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter
treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang
mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor
lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan
ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan
oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang
dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri
dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
1) Pump Swap (pompa
air kotor)
2) Septic Tank
(inhaff tank)
3) Anaerobic filter.
4) Stabilization tank (bak
stabilisasi)
5) Chlorination
tank (bak klorinasi)
6) Sludge drying
bed (tempat pengeringan lumpur)
7) Control room (ruang
kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang
juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka
kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan
kebutuhan tersebut, misalnya :
1) Volume septic
tank
2) Jumlah anaerobic
filter
3) Volume stabilization
tank
4) Jumlah chlorination
tank
5) Jumlah sludge
drying bed
6) Perkiraan luas lahan
yang diperlukan.
KESIMPULAN
Jika
di bandingkan dengan institusi lain mungkin jenis sampah dan limbah rumah sakit
adalah yang terkomplit, tempat yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat
ketika sakit ini mengeluarkan berbagai jenis sampah dan limbah.Berbagai cara
dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah adalah
pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan, pemilahan,
pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa
sanitary fill, secured landfill, dan open dumping. Rumah sakit sebagai bagian
lingkungan yang menyatu dengan masyarakat harus menerapkan prinsip ini demi
menjamin keamanan limbah medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah baru
bagi kesehatan di Indonesia.
SARAN
Semestinya
lingkungan rumah sakit menjadi tempat yang mendukung bagi pemulihan kesehatan
pasien sebagai “Environtment of Care” dalam kerangka “Patient Safety” yang
dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO. Oleh karena itu rumah sakit
harus bersih dan bebas dari sumber penyakit. Kebersihan yang dimaksud adalah
keadaan atau kondisi yang bebas dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya
infeksi silang.
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar